Saturday, February 11, 2017

Sejarah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Sejarah Perkampungan Budaya Betawi  Setu Babakan
by. Salman Paludi ~ Pebruari 2017

Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa pada awalnya adalah perkampungan atau pemukiman masyarakat biasa yang mayoritas penduduknya adalah orang Betawi asli. Ide dan keinginan untuk membangun Pusat Kebudayaan Betawi sebenarnya telah tercetus sejak tahun 1990-an oleh Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi), lembaga yang mengkoordinir dan mengayomi seluruh aktivitas organisasi-oranisasi serta yayasan-yayasan masyarakat Betawi, yang menginginkan permukiman ini dijadikan sebagai Pusat Perkampungan Budaya Betawi untuk pelestarian Budaya Betawi. Dukungan terus mengalir dari masyarakat Betawi, tokoh-tokoh Betawi terdidik serta sekitar 67 organisasi masyarakat Betawi yang berada di bawah Bamus Betawi. Untuk lebih memantapkan usulan Bamus Betawi ini, maka pada tanggal 13 September 1997 diselenggarakan “Festival Setu Babakan” yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat sekitar. Acara tersebut memperlihatkan DKI Jakarta yang sesungguhnya dengan budaya dan kehidupan masyarakat Betawi sebagai penduduk asli DKI Jakarta yang mungkin kebanyakan orang DKI Jakarta sendiri belum mengetahui akan keberadaannya. Pada tahun 1998 diajukan proposal rancangan pembangunan Perkampungan Budaya Betawi ke Pemprov DKI Jakarta dengan alternatif lokasi di Setu Babakan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Pada tanggal 18 Agustus tahun 2000 diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Sejak diterbitkannya SK itulah satu demi satu fasilitas dibangun, perkampungan dan setu yang ada didalamnya dibangun dan ditata pada pertengahan Oktober 2000. Hingga pada akhirnya pada tanggal 20 Januari 2001 ditandatanganilah Prasasti Perancangan Awal Perkampungan Budaya Betawi oleh Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat oleh Sutiyoso. Seiring waktu, maka pada tanggal 10 Maret 2005 dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan dengan tujuan untuk menaungi secara utuh Pembangunan PBB Setu Babakan sehingga pengembangannya dapat lebih terkoordinnir dan tertata lebih baik di masa yang akan datang.

PBB Setu Babakan merupakan permukiman reka cipta yang bertujuan untuk menyelamatkan budaya Betawi dan merupakan suatu tempat ditumbuhkembangkan keasrian alam, tradisi Betawi yang meliputi keagaamaan, kebudayaan dan kesenian Betawi. PBB Setu Babakan dulunya merupakan suatu kawasan yang masih banyak memiliki rawa dan juga masih sedikit penduduk yang bermukim di sana. Tidak hanya itu saja, kedua danau tersebut (Setu/Danau Babakan dan Mangga Bolong) dulunya merupakan satu kesatuan artinya kedua danau tersebut menyatu dan aliran danau tersebut mengairi persawahan mereka dan permukiman di bawahnya (gambar A). Akibat penjajahan oleh bangsa Belanda, maka para penjajah Belanda mencoba membendung-bendung danau tersebut, sehingga terpecah menjadi dua bagian Ruang untuk areal persawahan dan rawa sebenarnya masih ada pada zaman dulu ±1960 - 1970-an (gambar B), tetapi akibat jumlah penduduk baik penduduk asli maupun pendatang yang berimbas pada kebutuhan lahan untuk mendirikan tempat tinggal dan beraktivitas, sehingga membawa pengaruh pada perubahan pola ruang kawasan permukiman di PBB Setu Babakan. Pada akhirnya, rawa dan areal persawahan di sekitar danau sudah tidak ada lagi (gambar C)

baca juga : 

Pengaruh eWOM terhadap Citra destinasi, Kepuasan wisatawan, dan Loyalitas destinasi di Setu Babakan


daftar pustaka :

Moechtar, Muhammad Syaiful, dkk, 2012. Identifikasi Pola Permukiman Tradisional Kampung Budaya Betawi Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, ISSN: 2301-6515, Vol. 1, No. 2. 135-143

1 comment: